Jelajah
IMG-LOGO
PERATURAN DAN UU

PERDES DESA SIAGA BENCANA

Create By 28 May 2019 1 Views
IMG

 

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERATURAN DESA TEGALRANDU

NOMOR : 04 TAHUN 2017

TENTANG

TENTANG DESA SIAGA BENCANA

DESA TEGALRANDU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA TEGALRANDU

 

Menimbang     :

  1. Bahwa keselamatan dari ancaman bencana merupakan hak dari setiap warga Desa Tegalrandu tanpa terkecuali, yang harus diperjuangkan oleh seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun non pemerintah.
  2. Bahwa Desa Tegalrandu adalah wilayah  yang  rawan bencana baik secara geografis maupun sosial yang harus diupayakan keselamatannya dengan tindakan-tindakan yang terencana, terukur, dan terkoordinasi dengan baik.
  3. Bahwa inisiasi pengurangan risiko bencana di tingkat desa harus disusun dengan dan untuk mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana berbasis komunitas.
  4. Bahwa peraturan perundang-undangan mengenai kebencanaan di Indonesia telah memberikan dorongan sekaligus peluang kepada masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam seluruh upaya penanggulangan bencana.
  5. Bahwa untuk memberikan perlindungan hukum terhadap masyarakat Desa Tegalrandu dalam hal penanggulangan bencana, maka sangat diperlukan adanya peraturan desa yang memuat rencana penanggulangan bencana tingkat desa yang disusun secara partisipatif demi terjaminnya hak masyarakat desa  Tegalrandu atas keselamatan dari ancaman bencana.
  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d dan huruf e, perlu membentuk/menetapkan peraturan Desa tentang Desa Siaga Bencana

 

Mengingat       :

  1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana,
  4. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana,
  5. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah,
  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2007 tentang  Pedoman Penyiapan Sarana dan Prasarana Dalam Penanggulangan Bencana,
  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah,
  8. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 11 Tahun 2014 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
  9. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Magelang.

 

 

Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA TEGALRANDU

Dan

KEPALA DESA TEGALRANDU

MEMUTUSKAN

Menetapkan :    PERMUSYAWARATAN DESA TEGALRANDU DAN KEPALA DESA TEGALRANDU MEMUTUSKAN PERATURAN DESA TEGALRANDU TENTANG DESA SIAGA BENCANA.

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud dengan pemerintah adalah  :

 

  1. Kabupaten adalah Kabupaten Magelang
  2. Kecamatan adalah Kecamatan Srumbung
  3. Desa adalah Desa Tegalrandu
  4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Tegalrandu
  5. Pemerintahan Desa Tegalranduselanjutnya disebut pemerintahan
  6. Pemerintahan Desa adalah Penyelenggara urusan pemerintahan terdiri dari Pemerintah Tegalrandu dan Badan Permusyawaratan Desa Tegalrandu dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa Tegalrandu diakui dan dihormati dalam sistim Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  7. Badan Permusyawaratan Desa adalah Badan Permusyawaratan Desa Tegalrandu selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa biru
  8. Perangkat Desa adalah Perangkat Desa Tegalrandu selanjutnya disebut perengkat desa adalah unsur pembantu Kepala Desa Tegalrandu yang bertugas membantu Kepala Desa Tegalrandu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
  9. Peraturan Desa Tegalrandu adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh BPD Desa Tegalrandu bersama Kepala Desa Tegalrandu.
  10. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
  11. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
  12. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyaki.
  13. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.
  14. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana yang meliputi prabencana, tanggap darurat, dan pascabencana.
  15. Sistem komando tanggap darurat adalah sistem manajemen terpadu keadaan darurat sesuai standar yang berlaku.
  16. Bantuan tanggap darurat bencana adalah bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.
  17. Kemudahan akses adalah penyederhanaan proses atas upaya penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang meliputi pengkajian secara cepat terhadap lokasi bencana, kerusakan,dan penyediaan sumberdaya; penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana fasilitas umum.
  18. Kelompok rentan adalah bayi, balita, anak-anak, ibu hamil atau menyusui, penyandang cacat dan orang lanjut usia.
  19. Dana penanggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan/atau pascabencana.
  20. Dana siap pakai adalah dana yang selalu tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk digunakan pada saat tanggap darurat bencana sampai dengan batas waktu tanggap darurat berakhir.
  21. Dana bantuan sosial berpola hibah adalah dana yang disediakan Pemerintah kepada Pemerintah Daerah sebagai bantuan penanganan pascabencana.
  22. Bantuan darurat bencana adalah bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar padasaat tanggap darurat.
  23. Instansi/lembaga terkait adalah instansi/lembaga yang terkait dengan penanggulangan bencana.
  24. Forum untuk pengurangan resiko bencana, adalah suatu forum untuk mengakomodasi inisiatif-inisiatif pengurangan resiko bencana di daerah.
  25. Pengurangan resiko bencana adalah kegiatan untuk mengurangi ancaman dan kerentanan serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana.
  26. Daerah rawan bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
  27. Tim Siaga Bencana Desa, yang selanjutnya disebut TIM TSB, adalah suatu tim yang dibentuk atas inisiatif masyarakat desa untuk mengakomodasi insiatif-inisiatf pengurangan resiko bencana di Desa
  1. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun pengurangan kerentanan pihak yang terancam bencana.
  2. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
  3. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
  4. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana.
  5. Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan dan gangguan kegiatan masyarakat.
  6. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan evakuasi korban, penyelamatan nyawa dan harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, serta pemulihan darurat prasarana dan sarana.
  7. Korban bencana adalah orang atau kelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
  8. Pemulihan adalah upaya yang dilakukan pada saat pascabencana yang terdiri dari rehabilitasi dan rekonstruksi.
  9. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai pada tingkat yang memadai dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana seperti pada kondisi sebelum terjadinya bencana.
  10. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana
  11. Rencana penanggulangan bencana adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan strategi, program dan pilihan tindakan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dari tahap pra, tanggap darurat dan pasca bencana.
  12. Wilayah bencana adalah wilayah tertentu yang terkena dampak bencana.
  13. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.

BAB II

ASAS, PRINSIP DAN TUJUAN

Pasal 2

Asas dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:

  1. kemanusiaan;
  2. keadilan;
  3. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
  4. keseimbangan, keselarasan, dan keserasian;
  5. ketertiban dan kepastian hukum;
  6. kebersamaan; dan
  7. kelestarian budaya dan lingkungan hidup;
  8. Ilmu pengetahuan dan teknologi; dan i. partisipasi.

 

Pasal 3

Prinsip dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yaitu:

  1. cepat dan tepat;
  2. prioritas;
  3. koordinasi dan keterpaduan;
  4. berdaya guna dan berhasil guna;
  5. transparansi dan akuntabilitas;
  6. kemitraan;
  7. pemberdayaan;
  8. nondiskriminatif; dan
  9. nonproletisi;
  10. kerelawanan;
  11. pengurangan risiko;
  12. kearifan lokal;
  13. membangun kembali yang lebih baik dan berkelanjutan.

 

Pasal 4

Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk:

  1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;
  2. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;
  3. melindungi cagar budaya dan seluruh lingkungan alam berikut keanekaragaman hayatinya;
  4. mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana;
  5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;
  6. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan
  7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

BAB III

TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

Pasal 5

  1. Pemerintah Desa menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
  2. Dalam melaksanakan tanggungjawab penanggulangan bencana, Pemerintahan Desa, melimpahkan tugas pokok dan fungsi kepada Tim Tanggap dan Siaga Bencana,

 

 

Pasal 6

Pemerintah Desa mempunyai tugas untuk :

  1. menjamin pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi dan penyintas yang terkena dampak bencana sesuai dengan standar minimum pemerintah;
  2. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman dan dampak bencana;
  3. melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;
  4. menyusun rencana penanggulangan bencana untuk jangka waktu lima tahunan;
  5. melakukan penguatan kapasitas terhadap forum pengurangan resiko bencana daerah (FPRB) dan Tim Tanggap dan Siaga Bencana(TIM TSB)
  6. mengalokasikan dana penanggulangan bencana dalam APBDes yang memadai; dan
  7. mengalokasikan dana siap pakai dalam APBDes untuk penanganan tanggap darurat bencana.

Pasal 7

Dalam menjalankan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (a), Pemerintah Desa memiliki wewenang:

  1. penyusunan perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Rencana pembangunan jangka menengah desa yang memasukkan unsur-unsur kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  2. penetapan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan jangka menengah Desa;
  3. perencanaan dan pelaksanaan kebijakan kerja sama penyelenggaraan penanggulangan bencana dengan desa lain;
  4. pengaturan penggunaan teknologi atau Proyek Pembangunan yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya;
  5. penetapan status dan tingkatan bencana Desa;
  6. perumusan kebijakan pencegahan atas penguasaan dan pengurusan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam dan dampak perubahan iklim pada wilayahnya;
  7. menyusun perencanaan, pedoman dan prosedur yang berkaitan dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  8. perumusan dan penetapan kebijakan pengelolaan bantuan yang menjamin adanya perlindungan terhadap nilai-nilai budaya, kearifan lokal dan kemandirian masyarakat.
  9. penertiban atas pengumpulan dan penyaluran bantuan di wilayahnya yang berpotensi menghilangkan semangat dan kemandirian masyarakat; dan
  10. melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap harga kebutuhan pokok dan/atau harga kebutuhan lain pada tahap tanggap darurat dan pasca bencana.

 

 

BAB IV

HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT

Pasal 8

(1)   Setiap orang berhak:

  1. mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana;
  2. mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  3. mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana;
  4. berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial;
  5. berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya;
  6. melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana;
  7. mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar;
  8. memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi

(2) Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

(3) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) dan ayat (2),  masyarakat mendapatkan perlindungan dan jaminan hak atas:

  1. menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap kegiatan yang berpotensi menimbulkan bencana;
  2. mengembangkan nilai budaya lokal (local wisdom)
  3. lingkungan yang sehat;
  4. penghidupan dan ekonomi yang layak;
  5. politik;
  6. pendidikan;
  7. pekerjaan.

(4) Masyarakat berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena :

  1. merelakan kepemilikannya dikorbankan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan/atau
  2. terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi dan teknologi.

Pasal 9

Pendidikan dan pelatihan tentang penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b diberikan kepada masyarakat untuk membangun kesiapsiagaan, ketrampilan dan kemandirian dalam menghadapi bencana

Pasal 10

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c sekurang-kurangnya memuat tentang:

  1. kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  2. data kebencanaan;
  3. risiko bencana;
  4. prediksi bencana; dan e. status kebencanaan.

Pasal 11

(1) Pemerintah Desa dapat memberikan perlakuan khusus dalam hal penanggulangan bencana kepada kelompok masyarakat rentan meliputi:

  1. penyandang cacat;
  2. orang usia lanjut;
  3. bayi, balita dan anak-anak;
  4. perempuan hamil dan menyusui; dan
  5. orang sakit.

(2) Perlakuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. ksesibilitas;
  2. prioritas pelayanan; dan
  3. fasilitas pelayanan.

Pasal 12

Masyarakat berkewajiban:

  1. menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis;
  2. memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
  3. berperan aktif dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana;
  4. memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana; dan
  5. memberikan informasi kepada publik tentang setiap aktifitas masyarakat yang dapat menimbulkan potensi bencana

Pasal 13

Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana

Pasal 14

1)        Untuk mendorong partisipasi dan kemandirian masyarakat, dapat dilakukan kegiatan yang menumbuhkan dan mengembangkan inisiatif serta kapasitas masyarakat dalam penanggulangan bencana.

2)        Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kearifan lokal masyarakat setempat.

 

BAB VI

FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Pasal 15

(1) Untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana di tingkat Desa dibentuk forum pengurangan risiko bencana.

(2) Anggota forum pengurangan risiko bencana sebagaimana di maksud pada ayat (1) terdiri atas unsur :

  1. pemerintah desa,
  2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
  3. lembaga sosial keagamaan d. organisasi sosial kemasyarakatan
  4. sekolah negeri dan swasta f. masyarakat, dan g. dunia usaha di desa.

(3) Anggota forum sebagaimana dimakasud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa

Pasal 16

Dalam rangka pengurangan risiko bencana Forum Pengurangan Risiko Bencana berperan antara lain:

  1. mengakomodasi inisiatif-inisiatif pengurangan risiko bencana yang ada di masyarakat.
  2. penyusunan rencana aksi bersama di daerah dalam rangka pengurangan risiko bencana dengan koordinasi BPD dan Pemerintah Desa;
  3. melakukan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana bagi semua pemangku kepentingan menuju komunitas yang peka, tanggap dan tangguh terhadap bencana;
  4. melakukan kampanye kesadaran, kesiapsiagaan dan kemandirian kepada masyarakat dalam menghadapi risiko bencana; dan
  5. berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

 

BAB VII

TIM TANGGAP DAN SIAGA BENCANA

Pasal 17

 (1) Dalam rangka pengurangan resiko bencana di tingkat desa dibentuk Tim Tanggap dan Siaga Bencana(TIM TSB)

(2) Anggota TIM TSB sebagaiman dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :

  1. pemerintah desa;
  2. tokoh adat;
  3. tokoh agama;
  4. tokoh pemuda;
  5. tokoh perempuan;
  6. unsur pendidik/sekolah; dan
  7. masyarakat desa.

Pasal 18

Dalam rangka pengurangan risiko bencana TIM TSB berperan antara lain:

  1. menghidupkan kembali kearifan lokal dalam upaya pengurangan risiko bencana.
  2. menyusunan rencana aksi komunitas di tingkat desa dalam rangka pengurangan risiko bencana dengan koordinasi Pemerintah Desa;
  3. melakukan pengarusutamaan pengurangan risiko bencana bagi semua anggota masyarakat desa menuju komunitas yang peka, tanggap dan tangguh terhadap bencana;
  4. melakukan kampanye kesadaran, kesiapsiagaan dan kemandirian kepada masyarakat dalam menghadapi risiko bencana;
  5. melakukan pemantauan dan memberikan saran terhadap aktifitas pengelolaan dan/atau pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan oleh masyarakat desa yang berpotensi menimbulkan bencana
  6. berpartisipasi dalam pengawasan penyelenggaraan penanggulangan bencana. Pasal 19 (1) TIM TSB sebagaimana dimaksud pada

pasal 18

1)      dibentuk atas dasar kesadaran dan kemampuan masyarakat desa setempat.

2)      BPD, pemerintah desa, organisasi sosial masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat dapat berinisiatif dan memfasilitasi terbentuknya TIM TSB.

3)      struktur organisasi, tugas pokok dan pembagian peran dalam TIM TSB ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan bersama dalam forum yang deselenggarakan TIM TSB.

4)      ketentuan lebih lanjut tentang TIM TSB diatur dalam Surat Keputusan Kepala Desa.

BAB VIII

MITIGASI DAN PERINGATAN DINI

Pasal 20

Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi:

  1. kesiapsiagaan;
  2. peringatan dini;dan
  3. mitigasi bencana.

Pasal 21

1)      Kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, dilakukan melalui:

  1. kegiatan penyusunan dan ujicoba rencana penanggulangan kedaruratan;
  2. mengorganisasi, memasang dan menguji sistem peringatan dini;
  3. penyediaan dan penyiapan barang-barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
  4. menyiapkan personil, prasana dan sarana yang akan dikerahkan dan digunakan dalam pelaksanaan prosedur tetap (Protap);
  5. memasang petunjuk tentang karakteristik bencana dan penyelamatan di tempat- tempat rawan bencana;
  6. menginventarisasi wilayah rawan bencana dan lokasi aman untuk evakuasi pengungsi serta jalur evakuasi aman;
  7. penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat,

2)      penyiapan lokasi evakuasi; dan i. penyusunan dan pemutakhiran prosedur-prosedur tetap tanggap darurat bencana.

3)      Kegiatan kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan tanggung jawab Pemerintah Desa dan dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat dan lembaga usaha.

4)      Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang, baik secara teknis maupun administratif, yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Desa dan TIM TSB.

Pasal 22

1)      Rencana penanggulangan kedaruratan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a merupakan acuan bagi pelaksanaan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat.

2)      Rencana penanggulangan kedaruratan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara terkoordinasi oleh BPD dan pemerintah desa.

3)      Rencana penanggulangan kedaruratan bencana dilengkapi dengan penyusunan rencana kontinjensi.

Pasal 23

(1) Peringatan dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dilakukan untuk mengambil tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.

(2) Peringatan dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara:

  1. mengamati gejala bencana;
  2. menganalisa data hasil pengamatan;
  3. mengambil keputusan berdasarkan hasil analisa;
  4. menyebarluaskan hasil keputusan; dan e. mengambil tindakan oleh masyarakat.

(3) Pengamatan gejala bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh instansi/lembaga yang berwenang sesuai dengan jenis ancaman bencananya, dan masyarakat untuk memperoleh data mengenai gejala bencana yang kemungkinan akan terjadi, dengan memperhatikan kearifan lokal.

(4) Instansi/lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyampaikan hasil analisis kepada Pemerintah Desa atau lambaga yang mewadahi, sesuai dengan lokasi dan tingkat bencana, sebagai dasar dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan peringatan dini.

(5) Dalam hal peringatan dini ditentukan, seketika itu pula keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disebarluaskan oleh Pemerintah Desa secara langsung kepada masyarakat baik melalui Pengeras Suara atau media elektronik maupun dengan menggunakan media yang dimiliki masyarakat setempat.

(6) Pemerintah Desa atau lembaga yang mewadahi mengkoordinasi tindakan yang diambil oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e untuk menyelamatkan dan melindungi masyarakat.

Pasal 24

(1) Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, dilakukan untuk mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.

(2) Kegiatan mitigasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui

  1. perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang yang berdasarkan pada analisa risiko bencana;
  2. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, dan tata bangunan; dan
  3. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, baik secara konvensional maupun modern.

BAB IX

PEMBIAYAAN

Pasal 25

Biaya yang diperlukan dalam kegiatan Deteksi Dini, Mitigasi dini dan Penaggulangan Bencana dapat dianggarkan dari Dana Desa maupun ADD dengan persetujuan BPD melalui Forum Musyawarah Desa

BAB X

PENUTUP

Pasal 26

Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Peraturan Desa ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Desa.

Pasal 27

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa Tegalrandu.

Ditetapkan di : Tegalrandu

Pada tanggal   : 4 Desember 2017

Kepala Desa Tegalrandu

 

 

 

SITI KOWIYAH

 

Diundangkan di Desa Tegalrandu

Pada tanggal, 11 Desember 2017

Sekretaris Desa Tegalrandu

 

 

 

DWI LESTARI, S.H.I

 

Berita Desa TegalranduNomor 20 Tahun 2017

 

 

IMG
IMG
IMG

96,8 FM Radio Gemilang

Konten Populer - PERATURAN DAN UU

Artikel Lainya